Kita terlalu sering mengharuskan orang untuk begini dan mengharamkan orang untuk begitu tanpa memberi tahu padanya mengapa ia harus begini dan bukan begitu.
Setiap pilihan itu hasil proses berpikir, namun terkadang malah proses berpikir inilah yang dikesampingkan oleh orang di luar sana. Orang yang melihat hanya dari luar dan berkomentar, tanpa mencari tau alasan di balik semua pilihan. Terlalu sibuk untuk membuktikan apa yang jadi dugaan, tanpa ingin tahu latar belakangnya.
Kita semua seringkali tidak terlalu netral untuk bisa begitu.
Seberapa jauh kita mengenal orang lain dan seberapa jauh kita boleh mengatur orang lain (sesama) ? Sejak dahulu diri saya berpikir bahwa setiap orang itu berhak penuh atas semua pilihannya tanpa terkecuali, karena bagi saya Tuhan itu sangatlah baik dengan segala kuasanya memberi akal, pikiran, dan hati kepada manusia. Tuhan menuntun setiap umatnya dengan caranya sendiri, alurnya sendiri, jadi bagi saya tidak ada umat yang tidak dibimbing Tuhan, karena Tuhan selalu bersama dengan orang yang percaya pada-Nya. Itu sudah tentu.
Hidup di lingkungan (sebelumnya) yang independent, membuat saya menjadi diri sendiri tanpa harus dipusingkan atas segala hal, lalu kenapa jadi rumit. Itu yang baru saya sadari tidak saya temukan sekarang dan sedang saya coba cari kembali.
Lalu pantaskah apabila sesama kini menghakimi sesamanya hanya karena pilihannya ? padahal pilihan itu proses dari berpikir, dengan perantara akal yang berasal dari Tuhan.
Menghakimi erat kaitannya dengan apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah. Kemudian dari mana muncul benar dan salah ? itu adalah dari keyakinan. Apa yang kita yakini benar akan kita benarkan, dan sebaliknya. Lalu apa yang manusia tahu pasti di dunia ini ? tidak ada. Bahkan ilmu pasti pun hanya aksioma. 1+1 = 2 itu aksioma, bukan kebenaran. Siapa yang dapat memastikan bila 1+1 hasilnya pasti sama dengan 2 ?
Kembali lagi kepada pilhan. Segalanya akan jadi lebih ironis tatkala mereka yang hidupnya hanya mengkonsumsi hasil justru mengecam mereka yang berpikir, semata-mata karena kedua kelompok ini punya hasil yang berbeda pada akhirnya.
Kerapkali, benar salahnya seseorang -juga dibenci atau tidak dibencinya seseorang- ditentukan hanya berdasar pilihannya dan bukan atas dasar proses yang ia lalui untuk menentukan pilihannya.
Kita masih cenderung doktriner dan tidak mendorong orang di sekeliling kita untuk jadi lebih rasional; untuk mau melalui proses berpikir sendiri. Kita masih terperangkap di tataran mempermasalahkan hasil dan cenderung mengabaikan proses berpikir.
Namun kembali lagi, semua ini tergantung keyakinan masing-masing, benar salahnya uraian inipun tergantung keyakinan setiap pembaca. Keyakinan bukan hanya soal agama, juga tentang prinsip dan pilihan hidup, serta cara berpikir dan banyak lagi yang lainnya.
Just take your choice, I'm still in my choice :)