Monday, 20 April 2015

The Power of a Farmer


Tanah menjadi aset yang sangat berharga saat ini. Investasi pada tanah menjadi sangat menguntungkan karena harganya tidak pernah turun, hingga Mark Twain pun mengatakan, "Buy land, they're not making it anymore". Selain itu, tanah bersifat multifungsi, bisa digunakan untuk apapun. Salah satunya untuk dijadikan lahan pertanian. Nah, sebagai negara dengan kondisi tanah yang terbatas, Belanda menyadari hal itu. Belanda mencari segala cara untuk memperbanyak tanah mereka dan mencari cara untuk mengupayakan tanah mereka yang sedikit itu. Sejauh ini ? mereka berhasil ! Ingin tahu rahasia dan strategi Belanda mengolah tanah mereka ? Check this out !

Gambar 1. Kegiatan Petani Belanda
Sumber : http://www.istockphoto.com/photos/farmer

Bangsa Belanda mengupayakan lahan mereka secara maksimal. Bangsa ini menyadari benar kesuburan yang dimiliki tanah di wilayah mereka. Inilah sisi "keren" dari petani-petani di Belanda. Mereka sadar akan potensi pertanian yang dimiliki dan bertekad melakukan inovasi berkelanjutan di Negara mereka. Mereka menjaga 2 komponen utama pertanian itu sendiri, yaitu tanah dan bibit tanaman.

Berbagai sistem pertanian diterapkan oleh petani. Mulai dari pertanian konvensional dengan banyak variabel eksternal yang ditambahkan pada tanaman, kemudian sistem pertanian organik yang sama sekali tidak menggunakan bahan seperti pestisida, herbisida, dan sebagainya, sampai sistem pertanian yang terintegrasi dengan menerapkan sistem pergiliran lahan untuk meningkatkan daya tahan lahan terhadap dampak lingkungan. Pergiliran lahan juga membuat tanah menjadi lebih kaya akan nutrisi dan zat hara. Belanda sangat memperhatikan masalah ini. Sejauh ini terlihat biasa saja ? Tunggu, mari kita lihat bagian selanjutnya.

Sejak tahun 1991, beberapa provinsi di Belanda telah berusaha untuk membentuk suatu jaringan untuk memonitor kualitas tanah (soil-quality monitoring network). Tujuan jaringan ini untuk mengetahui kondisi kesuburan tanah berdasarkan riwayat penggunaan tanah tersebut, air tanah, dan tipe tanah itu sendiri. Aspek keberlanjutan membuat Belanda tidak hanya melihat kondisi kesuburan tanah mereka saat ini, tapi juga di masa lalu, dan masa yang akan datang. Selain itu karena mereka memiliki cakupan pertanian yang cukup luas, untuk meningkatkan produksi mereka banyak menggunakan peralatan seperti pesawat dan alat lainnya untuk membantu melakukan perawatan tanaman. Bagaimana ? That is cool right ?

Gambar 2. Teknologi Pertanian Belanda, 2010 The Netherlands Precision Agriculture Project (PPL)
Sumber : http://www.phaff.com/en/content/2010-the-netherlands-precision-agriculture-project.html

Belanda tidak main main dalam mengembangkan sektor pertaniannya. Bak partai politik yang dalam masa kampanye, Belanda memiliki slogan di bidang pertanian. Slogan pertama adalah doing more with less, mereka percaya kalau untuk meningkatkan produksi, bisa dengan menggunakan lahan yang kecil, semakin hemat dalam penggunaan listrik, air dan faktor produksi lainnya. Dengan menyadari betapa sedikit dan terbatasnya sesuatu yang kita punya, maka kita akan semakin menghargai sesuatu itu, itulah yang dialami Belanda dan mereka banyak melihat kesempatan dalam kesempitan. That is a great job !

Slogan kedua adalah higher added value, yaitu dengan mencoba meningkatkan nilai tambah sebuah produk melalui mekanisme teknologi terbaru. Nah, karena itulah mereka sangat menekuni bidang riset dan mengembangkan benih-benih tanaman untuk mendapatkan hasil yang optimal. Mereka mengembangkan benih agar dapat memberikan buah dengan keuntungan lebih dalam jangka waktu yang panjang. Ibaratnya nih, 1 kg benih tomat di Belanda bernilai lebih mahal daripada 1 kg emas di eropa. How could ? karena keuntungan berkelanjutan yang dapat di hasilkan oleh benih itu.  Universitas-universitas di Belanda banyak yang mendedikasikan diri untuk melakukan riset bagi negara dan dunia. Dari riset-riset ini kemudian digulirkan inovasi-inovasi, di antaranya untuk industri pertanian.

Gambar 3. Agrikultur berbasis Riset
Sumber : http://hollandhubaustralia.com.au/sectors/agriculture-food/

Seperti pada tahun 2011 lalu. Belanda telah melakukan uji penanaman tiga puluh jenis kentang di lahan asin. Ini adalah uji coba pertama dari serangkaian uji coba lain. Tujuan utamanya adalah menanam kentang asin yang dapat tumbuh di seluruh dunia, karena bagi jutaan orang, kentang adalah makanan sehari-hari. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa dua jenis kentang Belanda ternyata dapat tumbuh dengan baik di kawasan asin. Uji ini sangat penting karena dalam sepuluh tahun mendatang, satu miliar hektar lahan pertanian di seluruh dunia tidak layak lagi untuk pertanian tradisional. Ini dikarenakan mengasinnya lahan pertanian. Dalam hal ini, Belanda melakukan penelitian yang bisa diterapkan di seluruh dunia. Belanda berusaha mengembangkan produk-produk, dengan dasar komersial atau sosial. Di lahan uji, juga ditanam tanaman laut serta tumbuh-tumbuhan liar tahan asin, di antaranya adas. Sayuran ini tumbuh dengan baik dan disajikan di restoran-restoran Texel. Jika petani berhasil 'mengendalikan' tanaman ini, maka juga bisa dipasarkan sebagai tumbuhan pertanian. Rupanya Belanda mengikuti fenomena alam dan berusaha beradaptasi dengan baik. Keren bukan menjadi petani di Belanda dengan berbagai inovasinya ? Dari sini kita bisa melihat bahwa petani bisa memiliki power yang besar apabila dilihat dari sudut pandang yang lain.

Saking fokusnya pada sektor pertanian, salah satu daerah di Belanda, tepatnya Pemerintah kotapraja di Westland, telah mendedikasikan diri sebagai kota pertanian dan tidak melirik sektor lain sebagai penopang ekonomi kota tersebut. Tidak heran jika Belanda mampu jadi eksportir yang terbesar di dunia pertanian setelah Amerika Serikat.  

Belanda memang tidak berhenti sampai disitu. Di sisi lain untuk menambah perbendaharaan tanah mereka, Belanda tekun melakukan reklamasi padahal kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Siapa yang menyangka, justru wilayah-wilayah pinggir laut yang dulu semestinya adalah laut kini menjadi lahan pertanian yang subur, peternakan, dan lokasi utama agroindustri yang mampu menyumbang 20 persen terhadap pendapatan nasional (PNB) Belanda. Semuanya berkat dari reklamasi tersebut. Di Belanda, Daratan baru hasil dari reklamasi menghasilkan sebuah provinsi baru bernama Flevoland yang dulunya adalah lautan. Eureka ! Mereka berhasil menemukan "harta karun" mereka.

Indonesia sepertinya perlu belajar dari peradaban Belanda. Belanda adalah negara yang tidak pernah berhenti belajar dan berinovasi. Negara yang luasnya tidak lebih besar daripada pulau Jawa ini memiliki rahasia peradaban yang luar biasa. Banyak orang bilang, kita sebagai manusia dalam menjalani hidup harus banyak belajar dari masa lalu. Otto Frank pernah berkata "to build up a future, you have to know the past". Sebuah negara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Indonesia merupakan bangsa yang besar, namun besar bukan berarti segalanya, buktinya Indonesia kini juga mengadapi berbagai masalah yang rumit. Ada baiknya Indonesia belajar dari masa lalu. Bukan hanya belajar dan mengenang masa-masa perjuangan dulu, namun belajar pada tokoh di masa lalu, yaitu negara Belanda. Tidak perlu belajar dari hal-hal yang terlalu tinggi, mulai saja dari hal sederhana yang sebenarnya adalah jati diri Indonesia sendiri. Agroindustri. Bukankah orang bilang tanah kita tanah surga ? sampai tongkat, batu, dan kayu pun jadi tanaman.

Referensi :
De Buck, A. J., et al. "Farmers’ reasons for changing or not changing to more sustainable practices: an exploratory study of arable farming in the Netherlands." The Journal of Agricultural Education and Extension 7.3 (2001): 153-166.
Soczo, E. R., and J. J. M. Staps. "Review of biological soil treatment techniques in the Netherlands." Contaminated Soil’88. Springer Netherlands, 1988. 663-670.
http://internasional.kompas.com/read/2011/08/03/15233380/Kentang.Belanda.Tumbuh.di.Lahan.Asin. Diakses pada 16 April 2015.

Rijkersplein, Dorus. http://news.detik.com/read/2013/11/17/173444/2415273/103/pada-belanda-kita-belajar-tani-dan-pangan. Diakses pada 16 April 2015.

#HollandWritingCompetition2015

No comments:

Post a Comment