Laut Adriatik merupakan contoh kasus dari perubahan geografis politik laut yang sangat ilustratif. Pada tahun 1990an, Yugoslavia dipecahkan menjadi Kroasia dan Slovenia. Sebagai konsekuensinya, Kroasia dan Slovenia mulai melakukan delimitasi batas internasional mereka. Kroasia dan Slovenia mengambil alih wilayah Yugoslavia yang sebelumnya, termasuk kekuasaan di wilayah Laut Adriatik. Proses penetapan batas maritim menimbulkan sengketa antara kedua demokrasi yang baru terbentuk tersebut, dan hal tersebut merupakan hambatan besar bagi kegiatan kerjasama dan aspek kemakmuran di Laut Adriatik Utara.
Sistem batas laut Adriatik Utara merupakan warisan dari delimitasi Italia dan Yugoslavia sebelumnya. Bentuk akhir dari sistem batas akan diketahui pada saat penyelesaian akhir batas maritim antara Kroasia dan Slovenia. Selama masalah belum terselesaikan, terdapat beberapa opsi yang memungkinkan. Delimitasi antara Itali dan Yugoslavia tidak dipertanyakan sejauh ini sehingga akan memberikan dasar yang baik untuk batas maritim di masa yang akan datang.
Dalam penyelesaian sengketa perbatasan ini, sebuah komisi bersama perbatasan dibuat untuk melakukan delimitasi dan demarkasi secara presisi. Tugas penentuan batas tersebut terlihat mudah karena sebagian besar batas telah di desain sejak abad pertengahan. Namun masih ada permasalahan batas yang belum selesai seperti yang ada di perbatasan selatan dari kerajaan romawi, batas provinsi dan batas dual-monarki termasuk Austria. Karena garis batas antara Republik Yugoslavia yang terdahulu telah menjadi garis batas negara, garis tersebut kemudian menjadi garis pembagi politik, ekonomi dan moneter yang membagi dua entitas paling makmur dari federasi sebelumnya (Kroasia dan Slovenia) . Mereka mendefinisikan wilayah mereka berdasarkan teori yuridis, geografis, historis, dan politis. Penetapan batas maritim mengalami kesulitan karena Kroasia dan Slovenia memiliki sudut pandang prinsip pendefinisian garis batas yang berbeda. Selain itu, kemakmuran regional erat kaitannya dengan pengaturan garis batas dan pengaturan antar negara, sehingga masing-masing negara tentu akan memperjuangkan garis batas yang menguntungkan bagi negaranya sendiri.
Garis batas maritim Slovenia dan Kroasia merupakan permasalahan khusus. Batas darat kedua negara ditarik sampai ke teluk kecil Piran. Kroasia cenderung menentukan batas maritim berdasarkan prinsip sama jarak. Pasal 15 Konvensi Laut Internasional 1982 menyatakan bahwa garis tengah dapat diadopsi apabila kedua pihak sama-sama setuju untuk mengadopsinya. Sedangkan di sisi Slovenia, negara ini ingin menerapkan pasal 12 dari konvensi laut teritorial 1958 yang menyatakan bahwa jalan akses menuju ke laut internasional merupakan hal yang penting bagi sebuah negara. Garis tengah di Teluk Piran akan menghambat perekonomian Slovenia ( pada aspek perikanan dan pariwisata) dan tidak memberikan akses bebas ke pelabuhan laut Koper milik Slovenia. Selain itu, di tahun 1980, nelayan Slovenia mengatur maricultures di teluk Piran yang dekat dengan pantai Kroasia. Dua prinsip Yuridis yaitu ‘sui generis’ dan ‘uti posidetis iuris’ diimplementasikan oleh Slovenia dalam kasus ini.
Sampai saat jurnal ini dibuat (2001), tahap delimitasi dari garis batas maritim Slovenia dan Kroasia masih di tahap pertama yakni sebuah komisi bilateral sedang menentukan kriteria sedangkan studi di bidang ilmu geodesi juga sedang dilakukan. Dua tahap selanjutnya akan menentukan batas lengkap dari delimitasi dan demarkasi, pengalaman dari negara lain menunjukkan penyelesaian garis batas tersebut akan memakan waktu bertahun-tahun.
Penyelesaian batas tersebut tidak sesederhana hanya dengan mengharapkan pengertian dari masing-masing pihak. Di sisi Slovenia, negara ini berkeinginan memiliki jalan akses menuju laut bebas, namun di sisi lain Kroasia tidak ingin proporsi lautnya berkurang karena adanya akses menuju laut lepas bagi Slovenia. Apabila dipikirkan secara sederhana, bisa saja disarankan agar Kroasia dimohon untuk berkenan memberikan akses bagi Slovenia ke laut bebas, sedangkan Slovenia dimohon untuk dapat menerima akses menuju ke laut lepas tersebut dengan “lapang dada” dan “menerima apa adanya” akses yang disediakan atau disepakati dengan Kroasia. Namun kembali lagi, dalam penentuan akses ke laut lepas nanti ini pun tentu akan membawa kondisi sengketa yang lain sebab masing-masing negara, baik Kroasia dan Slovenia, tentu mempertahankan dan memperjuangkan kemakmuran negaranya masing-masing. Hal tersebutlah yang membuat persoalan penentuan batas maritim menjadi pekerjaan rumah yang berlarut-larut bagi kedua negara ini.
Kroasia dan Slovenia berinisiatif ingin membawa masalah ini untuk diselesaikan melalui arbitrase, namun penyelesaian dengan arbitrase umumnya tidak akan membawa mereka pada solusi yang mutualisme. Di samping itu penyelesaian dengan arbitrase tentu akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Penyelesaian dengan negosiasi menjadi solusi yang paling menarik dan berpotensi memberikan keuntungan bagi kedua negara dalam penyelesaian sengketa tersebut. Selain itu, penyelesaian ini juga dapat memperkuat posisi kedua negara di komunitas internasional.
Apabila memang dirasa tidak menemukan solusi yang melegakan bagi kedua negara, kerjasama perbatasan akan menjadi solusi lain yang cukup baik apabila melihat kondisi dari sengketa Slovenia dan Kroasia. Apalagi melihat fakta bahwa sebenarnya mereka dahulunya merupakan suatu kerajaan Yugoslavia.