Saturday, 28 March 2015

Posisi Silang Indonesia dalam Kaitannya menuju Poros Maritim Dunia



Indonesia sedang gencar-gencarnya merintis diri sebagai poros maritim dunia. Gebrakan tersebut tentu bukanlah menyangkut hal yang sederhana, melainkan menuntut Indonesia dapat memiliki perencanaan kebijakan menyangkut berbagai hal yang bersifat jangka panjang dan menyeluruh yang mengatur aspek kemaritiman. Telah kita ketahui bahwa Kepulauan Indonesia terletak pada posisi silang, yakni di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Australia; serta di antara dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Indonesia. Kesadaran itu telah ditanamkan sejak awal ketika duduk di bangku sekolah. Biasanya, setelah itu diterangkan makna dari posisi silang itu. Makna geopolitik posisi silang Indonesia itu dapat dilihat dari beberapa aspek. Dalam hal ideologis, Indonesia berada di antara ideologi kapitalisme di Selatan dan komunis di sebelah utara. Walaupun begitu Indonesia mampu mendedikasikan diri untuk memiliki Pancasila sebagai ideologi tunggal di Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan budaya Indonesia. Dalam hal politik, Indonesia berada di antara dua sistem politik yang berbeda, yaitu demokrasi Australia dan demokrasi Asia Selatan. Dalam hal ekonomi, Indonesia berada di antara sistem ekonomi liberal Australia dan sistem ekonomi sentral Asia, sehingga Indonesia menjadi inti jalur perdagangan lalu lintas dunia, sehingga kebijakan maritim di Indonesia tentu akan dipertimbangkan karena berhubungan dengan aspek ekonomi dari negara-negara tersebut. Selain itu Indonesia menjadi jalur transportasi negara-negara lain, hal inilah yang kemudian menjadi sumber devisa bagi Indonesia sendiri di bidang perekonomian. Karena posisi strategis Indonesia ini, hubungan dengan negara lain serta ikatan dagang lalu lintas perdagangan dengan negara lain dapat dikondisikan damai dan lancar. Dengan membangun hubungan baik dengan negara lain maka akan turut mengangkat nama Indonesia di mata dunia, dan hal itulah yang dapat menjadi salah satu poin positif agar Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia. Dalam hal sistem pertahanan, Indonesia berada di antara sistem pertahanan maritim di selatan, dan sistem pertahanan kontinental di utara. Hal ini akan membuat berbagai kebijakan di kedua sistem pertahanan tersebut juga mempertimbangkan sistem pertahanan yang ada di Indonesia agar tidak terjadi pertentangan yang cukup kontras.

Dengan melihat pembahasan diatas, dapat diambil benang merah betapa beruntungnya Indonesia dengan posisinya di Samudra Hindia. Keberuntungan ini juga mendukung potensi Indonesia untuk mewujudkan diri sebagai poros maritim dunia. Samudra Hindia menyumbangkan andil yang besar dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Apalagi apabila ditinjau dari aspek geografi. Kondisi Indonesia yang berada di persimpangan memungkinkan Indonesia untuk dapat diakses secara mudah oleh berbagai negara. Peran Indonesia sebagai jalur perdagangan internasional sejak jaman penjajahan dahulu kala, telah menjadi bukti bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang luar biasa yang sampai saat ini belum dikembangkan secara maksimal.

Apabila ingin digali dan ditelaah lebih jauh lagi, berbagai kondisi di Indonesia menyimpan potensi yang luar biasa kayanya, bahkan tantangan-tantangan Indonesia pun bisa diputarbalikkan menjadi suatu hal yang menguntungkan bagi Indonesia. Hanya saja, hal ini kembali lagi kepada diri masing-masing. Kesadaran Bangsa Indonesia sendiri atas pentingnya mengelola semua warisan nenek moyang dan anugrah yang telah diturunkan kepada Indonesia ini. Sebab pada dasarnya, kita tidak hanya hidup untuk diri kita sendiri, namun juga untuk generasi-generasi kita yang akan datang. Meningkatkan martabat Indonesia di mata dunia dengan melakukan pengelolaan wilayah secara baik, termasuk juga menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.


Sumber : http://infoindonesiakita.com/2014/09/12/posisi-silang-indonesia-dan-pengaruhnya/

Friday, 20 March 2015

Mengintip Ekosistem dan Sumber Daya Teluk Balikpapan


Ekosistem dan sumber daya di suatu wilayah adalah 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Apa dan bagaimana saja jenis sumber daya yang ada di suatu kawasan tergantung pada ekosistem yang terbentuk didalamnya. Sumber daya yang ada tersebut juga terkadang turut mendukung terbentuknya ekosistem yang baru. Seperti apakah ekosistem dan sumber daya yang ada di wilayah pesisir Indonesia ? Ada baiknya mengintip ekosistem dan sumber daya di wilayah pesisir Kalimantan TImur, tepatnya di Teluk Balikpapan.

Di Teluk Balikpapan berkembang ekosistem Mangrove. Ekosistem Mangrove merupakan habitat bagi beragam jenis ikan, kepiting, udang, kerang, reptil dan mamalia. Detritus dari Mangrove merupakan dasar pembentukan rantai makanan bagi banyak organisme pesisir dan laut. Hutan mangrove dengan sistem perakarannya yang kokoh mampu menahan hempasan ombak dan mencegah abrasi pantai, selain itu juga berfungsi untuk perangkap sedimen dan dapat menetralisir sebagian senyawa-senyawa yang bersifat racun.


Penduduk setempat telah lama memanfaatkan mangrove. Mereka menggunakan kayu mangrove untuk bahan bangunan, arang, dan kayu bakar. Beberapa jenis mangrove tertentu dimanfaatkan sebagai obat luka akibat tersengat ikan. Selain itu penduduk menangkap ikan, udang, kepiting dan bahan makanan lainnya di kawasan mangrove. Seperti juga mangrove di tempat lain, hutan mangrove di Teluk Balikpapan terancam oleh bertambahnya penduduk yang membutuhkan lahan dan sumber daya alam. Antara tahun 1998-1999 sebanyak 929 hektar atau lima persen dari hutan mangrove di Teluk Balikpapan dikonversi untuk tambak udang, perumahan, dan terminal pelabuhan (Boer dan Udayana, 1999).

Meskipun secara umum kondisi hutan mangrove di Teluk Balikpapan masih baik, namun terjadi penurunan luasan hutan mangrove dari tahun ke tahun dan dampaknya sudah mulai dirasakan. Hal ini terbukti dari hasil tangkapan nener bandeng (Chanos chanos) dan benur udang windu (Penaeus monodon) di perairan Sungai Somber, Riko dan Sesumpu, yang cenderung menurun dari waktu ke waktu dan salah satu penyebabnya adalah kerusakan mangrove.

Kombinasi hutan mangrove dengan sistem perairan sungai-sungai yang bermuara di teluk membentuk kekhasan suasana alam yang unik. Potensi lain yang sangat menarik sebagai objek wisata alam adalah adanya mamalia laut seperti pesut (Orcaella brevirostris) dan duyung (Dugong dugon) di beberapa lokasi di perairan Teluk Balikpapan.

Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) yang berada di sub DAS Wain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem kawasan Teluk Balikpapan. Keberadaan sub DAS Wain sangat berpengaruh terhadap kesehatan Teluk Balikpapan, sebagai contoh sumbangan sedimentasi yang berasal dari Sub DAS Wain yang rendah karena adanya upaya pengelolaan HLSW.Di dalam kawasan Teluk Balikpapan terdapat sub-sub DAS lainnya yang dapat dikelola seperti pengelolaan subDAS Wain. Diharapkan pengelolaan sub-subDAS tersebut perlu mengacu kepada renstra pengelolaan Teluk Balikpapan sebagai payung dari pengelolaan Kawasan Teluk Balikpapan.

Hal tersebut di atas menunjukkan betapa kayanya ekosistem dan sumber daya di pesisir Indonesia. Sayangnya terkadang karena tuntutan perkembangan zaman dan kepadatan penduduk akhirnya potensi-potensi tersebut seringkali dikesampingkan. Kajian mendalam mengenai upaya pengelolaan wilayah pesisir memang bukan hal yang mudah, namun hal itu perlu untuk dicicil dari sekarang agar nantinya dapat direncanakan dan diterapkan suatu upaya pengelolaan wilayah pesisir yang tidak merugikan pihak manapun. Dibutuhkan keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan hal tersebut.


Sumber : Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 Seri Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu berjudul Contoh Rencana Stategis Pengelolaan Terpadu Teluk Balikpapan dan Peta Peta Pilihan

Sunday, 15 March 2015

Problematika Pesisir Kota Balikpapan


Suatu kota yang memiliki wilayah pesisir secara tidak langsung memiliki suatu keistimewaan tersendiri. Melalui kawasan pesisirnya, kota tersebut dapat menggali berbagai aspek yang bisa membawa manfaat kepada masyarakat dan pemerintah daerah disana. Kota yang berada di wilayah pesisir merupakan jalan akses masuk dan distribusi barang di suatu pulau. Keberadaan kota tersebut menjadi sangat strategis dan sayang apabila tidak dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Namun untuk mengembangkan wilayah pesisir diperlukan kajian mendalam tentang ekosistem dan struktur pesisir daerah tersebut agar pengelolaan yang dilakukan bisa tepat sasaran dan tidak menimbulkan efek samping yang lain. 

Kota dengan potensi pesisir yang cukup besar adalah kota Balikpapan. Kota yang berada di provinsi Kalimantan Timur ini ternyata kondisi pesisirnya terancam akan erosi dan sedimentasi. Erosi adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media alami yang berupa air (air hujan). Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi disebut sedimen. Sedangkan sedimentasi (pengendapan) adalah proses terangkutnya/ terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989). Erosi mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi daerah aliran sungai bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada daerah aliran sungai di bagian hilir (sekitar muara sungai) yang berupa hasil sedimen.

Dewasa ini, berdasarkan hasil pemantauan yang pernah dilakukan oleh berbagai pihak terkait dan Proyek Pesisir Kalimantan Timur terhadap kondisi kawasan pesisir, laut, sungai serta daratan, terlihat bahwa DAS Teluk Balikpapan telah mengalami gangguan atau kemunduran kualitas ekosistem dan lingkungannya. Kemunduran kualitas lingkungan ini terutama diindikasikan antara lain adanya pembukaan hutan mangrove untuk areal pertambakan yang tidak memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan dan terjadinya kekeruhan air pada muara-muara sungai di Teluk Balikpapan. Khususnya permasalahan kekeruhan air tersebut ternyata disebabkan oleh adanya sedimen yang terangkut bersama limpasan air sungai yang berasal dari tanah tererosi yang terjadi pada daratan daerah aliran sungai di Teluk Balikpapan. Sedangkan sedimen yang terangkut dan bermuara ke Teluk Balikpapan, selain menimbulkan kekeruhan air, juga dapat mengganggu kehidupan ekosistem perairan dan pendangkalan pada kawasan pelabuhan laut Balikpapan.

Sebenarnya, penyebab terjadinya erosi dan sedimentasi sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berupa faktor alami maupun kegiatan manusia. Untungnya, permasalahan erosi dan sedimentasi mudah dipahami dengan benar dan dapat dilakukan dengan tindakan yang relatif sederhana untuk mencegah atau mengurangi laju erosi dan sedimentasi. Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh erosi dan sedimentasi amat mudah ditemukan, antara lain menipisnya permukaan tanah,terjadinya selokan/parit alami, perubahan vegetasi, kekeruhan dan sedimentasi di sungai, rawa, danau, kawasan penampungan air maupun muara-muara sungai di tepi laut.

Selain beberapa pengaruh dan faktor-faktor penyebab terjadinya erosi dan sedimentasi seperti tersebut di atas, secara umum ada beberapa permasalahan yang juga perlu dipertimbangkan yaitu kenyataan penerapan penggunaan lahan di lapangan yang tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Masalah tersebut diantaranya tumpang tindih (overlapping) penggunaan lahan, praktek penggunaan dan pengelolaan lahan yang tidak tepat atau salah, adanya perambahan hutan dan lahan serta terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan. Semuanya ini menimbulkan peluang besar bagi terbentuknya perluasan lahan terbuka dan lahan kritis yang sangat rentan terhadap erosi tanah.

Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan observasi oleh pihak pemerintah daerah setempat mengenai status dan kondisi erosi serta sedimentasi yang terjadi. Hal ini menjadi penting sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkah dan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih tepat. Dengan kontribusi dan kerja sama dari berbagai pihak, masalah ini dapat diselesaikan dengan bantuan penyelesaian yang interdisipliner. Yang terpenting adalah, setiap masyarakat lokal memiliki kesadaran terlebih dahulu akan tanggung jawab mereka untuk menjaga lingkungan.

Sumber : Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi, (2002), Kajian Erosi dan Sedimentasi Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur, Laporan Teknis Proyek Pesisir, TE-02/13-I, CRC/URI, Jakarta, 38 halaman.

Sunday, 8 March 2015

Sekilas Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

Beberapa waktu yang lalu para nelayan melakukan aksi demonstrasi untuk menentang kebijakan baru dari menteri kelautan Susi Pudji Astuti yang melarang adanya penangkapan ikan dengan menggunakan pukat. Para nelayan mengadakan demonstrasi agar kebijakan tersebut dapat dicabut karena mereka merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut. Hal ini menjadi suatu polemik tersendiri bagi pemerintah, karena pada dasarnya kebijakan tersebut dibuat juga untuk kepentingan para nelayan. Pemerintah menegakkan kebijakan tersebut juga sebagai bentuk perhatian pemerintah akan keberadaan sumber daya alam yang ditakutkan akan semakin punah apabila penangkapan ikan dengan metode tersebut terus dilakukan. Selain itu juga sebagai bentuk penyetaraan nelayan agar nelayan yang ada di pulau jawa dan nelayan pulau papua sana tetap dapat sama-sama menikmati hasil laut yang ada. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia maka Indonesia harus mampu mewujudkan kebijakan-kebijakan yang berpengaruh secara signifikan, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi dunia. Tantangannya adalah bagaimana kebijakan tersebut bisa diterima tidak hanya oleh masyarakat Indonesia namun juga masyarakat dunia, seperti yang kita ketahui kondisi pemerintahan di Indonesia sedang sangat tidak kondusif dengan berbagai pergolakan yang tidak hanya terjadi di masyarakat namun juga di kalangan pemerintah sendiri. Pemerintah harus mampu memahami dan mengambil simpati masyarakat Indonesia, lalu mengambil simpati masyarakat dunia, agar Indonesia bisa disegani keberadaannya sebagai poros maritim dunia.

Apabila mau digali lebih lanjut, Indonesia memiliki berbagai peluang yang mendukung terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia. Lihat saja bagaimana ketegasan hukum kelautan di Indonesia dan kuatnya armada kelautan di Indonesia yang dari waktu ke waktu terus ditingkatkan. Peluang lain adalah mengenai letak Indonesia di jalur pelayaran internasional. Kondisi ini tentu akan membuat setiap kebijakan yang ditetapkan oleh Indonesia berpengaruh dan menjadi salah satu pertimbangan bagi negara-negara lain, sehingga mau tidak mau maka negara lain pasti akan sangat berpedoman pada setiap kebijakan yang ditetapkan Indonesia. 

Beberapa hal tersebut menjadi suatu gambaran tersendiri, bahwasanya pengelolaan wilayah pesisir bukan hanya kaitannya dengan berbagai bentuk kegiatan langsung di wilayah pesisir untuk memberdayakan sumber daya alam yang ada disana, namun lebih dari itu adalah mengenai bagaimana membuat kebijakan-kebijakan yang berdampak luas bagi kondisi kesejahteraan pesisir dan semua unsur yang ada disana.

Sunday, 1 March 2015

Melihat Lebih Jauh Konsep Wawasan Nusantara



Konsep negara kepulauan Indonesia telah disetujui PBB dalam UNCLOS III hampir 33 tahun yang lalu. Melalui Deklarasi Djoeanda (1957), Indonesia mengklaim bahwa semua kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia. Artinya, laut di antara pulau-pulau Indonesia kemudian diakui sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Menggunakan atlas sederhana, Djoeanda meminta Mochtar Kusumaatmaja, untuk menggambar garis yang melingkupi kepulauan Indonesia. Garis itu kemudian dikenal sebagai garis pangkal kepulauan yang menghubungkan titik-titik paling tepi pulau-pulau terluar Indonesia. Inilah yang menjadi asal muasal Wawasan Nusantara yang melihat keseluruhan wilayah Indonesia yang terdiri dari unsur darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan yang utuh.

Keputusan ini selanjutnya berimplikasi pada banyak konsekuensi yang harus di tanggung oleh Indonesia. Mulai dari menentukan batas maritim dan batas wilayah darat kedaulatan Indonesia dengan negara lain yang berjumlah 10 negara tetangga, penjagaan dan pengawasan di wilayah perbatasan-perbatasan tersebut, sampai penyediaan alur laut kepulauan Indonesia sebagai jalur internasional yang dapat dilewati oleh negara lain di antara perairan kepulauan Indonesia.

Walaupun telah diakui dunia bahwa perairan kepulauan di Indonesia merupakan hak berdaulat Indonesia, namun bukan berarti seutuhnya menjadi wilayah Indonesia yang tidak boleh dilewati oleh negara lain secara bebas. Jauh sebelum adanya konsep wawasan Nusantara, kawasan perairan kepulauan Indonesia telah digunakan oleh negara lain sebagai jalur lalu lintas dunia secara bebas, sehingga konsep wawasan nusantara yang telah disetujui oleh masyarakat internasional ini perlu untuk mempertimbangkan kepentingan dunia. Indonesia perlu menyediakan alur laut kepulauan Indonesia sebagai win-win solution agar negara lain dapat tetap memiliki jalur melewati wilayah Indonesia namun di sisi lain indonesia tetap dapat mengawasi aktivitas negara lain di wilayah Indonesia.

Kebijakan yang membawa pengaruh kepada pihak Internasional tentu harus disepakati dengan persetujuan Internasional juga, karena memang pihak Internasional yang nantinya akan banyak berinteraksi dengan kebijakan tersebut, termasuk dalam hal ini adalah kebijakan mengenai alur laut kepulauan Indonesia. Ini berarti bahwa alur laut kepulauan Indonesia harus mendapat persetujuan pihak Internasional di meja diplomasi. Hal ini tentu menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Indonesia. Berusaha meyakinkan pihak Internasional mengenai alur laut kepulauan Indonesia yang telah dirancang oleh Indonesia bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Terbukti, dari rencana alur laut kepulauan Indonesia yang telah dibuat dan diajukan ke meja diplomasi Internasional, sangat sulit mendapatkan persetujuan. Alhasil dengan berbagai negosiasi antara banyak pihak, alur laut kepulauan Indonesia yang dibuat tersebut akhirnya disepakati sebagai bagian daripada alur laut kepulauan Indonesia dari utara ke selatan. Menyetujui rancangan ALKI tersebut sebagai bagian daripada ALKI berarti memberi suatu pekerjaan rumah tersendiri kepada Indonesia untuk menyelesaikan sisa rancangan ALKI atau dengan kata lain menambah ALKI dari barat ke timur. Hal tersebut menjadi suatu dilema tersendiri bagi Indonesia. Indonesia memiliki 2 pilihan yang cukup sulit, antara menambah ALKI baru dari barat ke timur atau mempertahankan ALKI yang sudah disetujui tersebut sebagai ALKI yang berlaku secara utuh di wilayah Indonesia namun harus dengan alasan yang kuat. Setiap pilihan tentulah memiliki konsekuensi masing-masing. Apabila Indonesia memutuskan untuk menambah ALKI dari barat ke timur, tentu harus diimbangi dengan kekuatan militer yang mampu mengawasi lalu lintas di sepanjang ALKI tersebut, karena semakin banyak lalu lalang kapal Internasional negara lain dan hal ini menyangkut keamanan wilayah dan warga Indonesia sendiri. Di sisi lain, apabila Indonesia ingin mempertahankan ALKI yang telah disetujui sebagian dan mengajukannya sebagai ALKI resmi di wilayah Indonesia maka Indonesia harus berupaya keras mencari solusi dan dasar yang tepat untuk mendukung situasi tersebut, sebab negara lain pasti akan banyak kontra dengan keputusan ini karena merasa bahwa pergerakan dan lalu lintas mereka dibatasi. Perlu pertimbangan dan kajian yang benar-benar matang berkaitan dengan ALKI ini. Kajian mendalam dari berbagai aspek sangat dibutuhkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang mampu mewakili keputusan yang terbaik bagi Indonesia.