Sunday, 1 March 2015

Melihat Lebih Jauh Konsep Wawasan Nusantara



Konsep negara kepulauan Indonesia telah disetujui PBB dalam UNCLOS III hampir 33 tahun yang lalu. Melalui Deklarasi Djoeanda (1957), Indonesia mengklaim bahwa semua kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia. Artinya, laut di antara pulau-pulau Indonesia kemudian diakui sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Menggunakan atlas sederhana, Djoeanda meminta Mochtar Kusumaatmaja, untuk menggambar garis yang melingkupi kepulauan Indonesia. Garis itu kemudian dikenal sebagai garis pangkal kepulauan yang menghubungkan titik-titik paling tepi pulau-pulau terluar Indonesia. Inilah yang menjadi asal muasal Wawasan Nusantara yang melihat keseluruhan wilayah Indonesia yang terdiri dari unsur darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan yang utuh.

Keputusan ini selanjutnya berimplikasi pada banyak konsekuensi yang harus di tanggung oleh Indonesia. Mulai dari menentukan batas maritim dan batas wilayah darat kedaulatan Indonesia dengan negara lain yang berjumlah 10 negara tetangga, penjagaan dan pengawasan di wilayah perbatasan-perbatasan tersebut, sampai penyediaan alur laut kepulauan Indonesia sebagai jalur internasional yang dapat dilewati oleh negara lain di antara perairan kepulauan Indonesia.

Walaupun telah diakui dunia bahwa perairan kepulauan di Indonesia merupakan hak berdaulat Indonesia, namun bukan berarti seutuhnya menjadi wilayah Indonesia yang tidak boleh dilewati oleh negara lain secara bebas. Jauh sebelum adanya konsep wawasan Nusantara, kawasan perairan kepulauan Indonesia telah digunakan oleh negara lain sebagai jalur lalu lintas dunia secara bebas, sehingga konsep wawasan nusantara yang telah disetujui oleh masyarakat internasional ini perlu untuk mempertimbangkan kepentingan dunia. Indonesia perlu menyediakan alur laut kepulauan Indonesia sebagai win-win solution agar negara lain dapat tetap memiliki jalur melewati wilayah Indonesia namun di sisi lain indonesia tetap dapat mengawasi aktivitas negara lain di wilayah Indonesia.

Kebijakan yang membawa pengaruh kepada pihak Internasional tentu harus disepakati dengan persetujuan Internasional juga, karena memang pihak Internasional yang nantinya akan banyak berinteraksi dengan kebijakan tersebut, termasuk dalam hal ini adalah kebijakan mengenai alur laut kepulauan Indonesia. Ini berarti bahwa alur laut kepulauan Indonesia harus mendapat persetujuan pihak Internasional di meja diplomasi. Hal ini tentu menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Indonesia. Berusaha meyakinkan pihak Internasional mengenai alur laut kepulauan Indonesia yang telah dirancang oleh Indonesia bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Terbukti, dari rencana alur laut kepulauan Indonesia yang telah dibuat dan diajukan ke meja diplomasi Internasional, sangat sulit mendapatkan persetujuan. Alhasil dengan berbagai negosiasi antara banyak pihak, alur laut kepulauan Indonesia yang dibuat tersebut akhirnya disepakati sebagai bagian daripada alur laut kepulauan Indonesia dari utara ke selatan. Menyetujui rancangan ALKI tersebut sebagai bagian daripada ALKI berarti memberi suatu pekerjaan rumah tersendiri kepada Indonesia untuk menyelesaikan sisa rancangan ALKI atau dengan kata lain menambah ALKI dari barat ke timur. Hal tersebut menjadi suatu dilema tersendiri bagi Indonesia. Indonesia memiliki 2 pilihan yang cukup sulit, antara menambah ALKI baru dari barat ke timur atau mempertahankan ALKI yang sudah disetujui tersebut sebagai ALKI yang berlaku secara utuh di wilayah Indonesia namun harus dengan alasan yang kuat. Setiap pilihan tentulah memiliki konsekuensi masing-masing. Apabila Indonesia memutuskan untuk menambah ALKI dari barat ke timur, tentu harus diimbangi dengan kekuatan militer yang mampu mengawasi lalu lintas di sepanjang ALKI tersebut, karena semakin banyak lalu lalang kapal Internasional negara lain dan hal ini menyangkut keamanan wilayah dan warga Indonesia sendiri. Di sisi lain, apabila Indonesia ingin mempertahankan ALKI yang telah disetujui sebagian dan mengajukannya sebagai ALKI resmi di wilayah Indonesia maka Indonesia harus berupaya keras mencari solusi dan dasar yang tepat untuk mendukung situasi tersebut, sebab negara lain pasti akan banyak kontra dengan keputusan ini karena merasa bahwa pergerakan dan lalu lintas mereka dibatasi. Perlu pertimbangan dan kajian yang benar-benar matang berkaitan dengan ALKI ini. Kajian mendalam dari berbagai aspek sangat dibutuhkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang mampu mewakili keputusan yang terbaik bagi Indonesia.



No comments:

Post a Comment